Surat Tertutup Untuk Senja
Mungkin kamu masih duduk terdiam di sana, merenungi segala
hal yang baru saja kita putuskan. Mungkin juga kamu tak pernah menyangka bahwa
pertemuan kita hari itu adalah akhir segalanya. Apalagi dengan segala rencana
yang telah kita susun berdua. Bukan janji untuk terus bersama yang kita
sepakati, tapi justru rasa putus asa untuk menghadapi semuanya.
Sakitkah hatimu? Di sini aku juga sama. Kupikir kita
selamanya, nyatanya hanya sampai di sini saja. Tapi tenanglah. Pertama, ambil
napas panjang, dan berdamailah dengan keadaan. Segalanya memang buruk, tapi
mungkin tak seburuk yang kau pikirkan.
Kita telah mencoba bertahan
dengan berbagai cara, tapi segalanya memang sudah berbeda.
Mungkin kau coba menghitung berapa hari yang telah kita lalu
bersama. Berapa banyak waktu yang kita isi dengan cerita aku dan kamu. Juga
berapa banyak tawa yang kita lewati di belakang sana.
Hubungan kita memang tidak mulus-mulus saja. Pertengkaran
demi pertengkaran terjadi seiring kita semakin tak sejalan. Berpaku pada
kenangan, kita terus mencoba untuk bertahan. Saat itu aku dan kamu sudah yakin
bahwa kita telah ditakdirkan bersama. Mengakhiri segalanya di sini, hanya akan
membuat percuma.
Tapi semakin lama kita bertahan, segalanya semakin
memusingkan. Aku dan kamu justru semakin renggang dan hilang arah. Hingga hari
itu, kita sama-sama tahu bahwa tak ada gunanya lagi untuk berkeras kepala
mempertahankan semuanya.
Segalanya pasti berbeda dari
saat kita masih bersama. Kau dan aku mungkin bertanya-tanya bagaimana kehidupan
kita selanjutnya.
Sejak hari itu segalanya
menjadi tak sama. Aku dan kamu sudah memutuskan untuk menempuh jalur yang
berbeda. Kita yang terbiasa menghadapi segalanya berdua, harus belajar untuk
berdiri tegar menentang hidup sendirian.
Pernahkah kau bertanya-tanya bagaimana hidup kita
selanjutnya? Mungkin kamu berpikir bahwa cara cepat meneyembuhkan patah hati
adalah dengan jatuh cinta lagi. Tapi apakah kamu seperti aku, yang masih
berusaha mengingat-ingat bagaimana cara memulai segalanya dari awal? Pernahkah
kamu seperti aku, bertanya-tanya apakah aku bisa memulai sebuah lembaran baru
tanpamu?
Sesal itu pasti ada.
Bagaimanapun, segalanya terasa sia-sia.
Aku tahu sesal itu pasti ada
di hatimu, seperti yang terkadang kurasakan. Bagaimana tidak? Aku dan kamu
sudah bersama sejauh ini, dengan segala mimpi-mimpi yang selalu kita bagi, dan
segala rencana-rencana masa depan yang kita susun jauh-jauh hari. Saat kini aku
dan kamu telah menjadi masa lalu, segalanya terlihat sia-sia. Dengan segala
mimpi yang harus kita akhiri, apakah kamu merasa selama ini kita hanya
buang-buang waktu? Menjalani sesuatu yang pada akhirnya tidak membawa kita ke
mana-mana?
Kini segalanya memang telah
berakhir, tapi yakinlah bahwa tidak ada yang benar-benar membuang waktu.
Tapi tentu saja tidak seperti itu. Pertengkaran kita memang
menyakitkan dan membuat bosan. Perpisahan ini memang jalan terbaik sebelum kita
saling menyakiti lebih dalam. Tapi bahkan meski kini semuanya hanya berdiam
dalam kenangan, tidak ada yang pernah benar-benar sia-sia karena segalanya
pasti menyimpan makna.
Meski hubungan ini gagal,
setidaknya kita telah belajar banyak hal. Pernah bersamamu membuatku berani
menghadapi hidup.
Ingatkah kamu pertemuan pertama kita sejak masih di dunia
mahasiswa? Saat itu kamu membawa banyak buku. Kita berkenalan dan tak kusangka
akhirnya kita akan bersama. Lalu ingatkah kamu saat kita bersama-sama
memperjuangkan skripsi? Ya meskipun kamu lebih dulu lulus sih, Setiap hari ada saja kisah menyebalkan tentang dosen
pembimbing yang kita bagi. Aku juga ingat saat Aku menemanimu datang ke
berbagai tempat, hingga menemani gelisahmu untuk mendapat
panggilan kerja.
Karena kekecewaan yang mendalam, bisa saja aku merasa
menyesal telah mengenalmu, dan menjalani kisah yang tak berujung apa-apa selain
duka. Namun jika aku mengingat apa yang kita miliki sebelumnya, aku tidak
menyesal. Aku justru bersyukur kita telah saling dipertemukan. Karena denganmu,
aku telah belajar banyak hal.
Bersama kita belajar untuk
menjadi dewasa, dan mempersiapkan untuk hidup yang lebih berbahaya di masa
depan.
Jatuh cinta bukan hanya
sebatas kata. Tidak cukup berhenti pada kalimat Aku mencintaimu. Hei, ayo kita
bersama. . Tak juga cukup pada rasa gembira meski malu-malu saat kali pertama
kamu membawakanku bunga. Jatuh cinta versi kita adalah bagaimana aku menahan
diri untuk tidak mengungkapkan kata-kata mesra, dan memilih untuk memberimu
perhatian yang nyata. Perhatianku juga bukan sebatas bertanya apakah kau sudah
makan atau apakah kau kehujanan, tapi juga segala rasa cemas yang kusimpan saat
engkau tak berkabar. Itu belum semua. Masih ada cemburu, masih ada rasa
gelisah, kesal, marah, rindu, dan segala hal yang justru membuat kita menjadi
lebih dewasa setiap harinya.
Kita masih sangat muda saat bertemu kali pertama. Tapi segala
yang telah kita lewati berdua, membuat kita lebih siap untuk menghadapi hidup
masa depan yang mungkin lebih berbahaya. Apakah kamu merasakan hal yang sama?
Dan meski sedih itu kini masih
ada, cukup ingatlah Aku dan Kamu pernah bahagia bersama.
Aku tahu kita sempat saling menyakiti. Barangkali ada tutur
kataku yang tak seharusnya kuucapkan meski aku sedang setengah mati kesal. Sama
seperti sikap tak pedulimu yang menyakitiku meski aku tahu sebenarnya kau
sedang marah. Jika kita hanya melihat itu semua, bisa jadi pertemuan kita
menjadi hal yang tak layak kita ingat.
Tapi coba tengoklah sedikit ke belakang. Aku pernah menjadi
satu-satunya orang yang bisa membuatmu tertawa meski hatimu sedang terluka,
seperti kamu yang penah menjadi orang pertama yang ingin kubagi setiap kabar
bahagia.
Kita mungkin pernah saling menyakiti, tapi kita juga pernah
saling menguatkan.
Jika kamu masih saja bertanya
mengapa, yakinlah bahwa Tuhan selalu punya rencana.
Mengapa segala cerita yang kita rangkai hati-hati dan sepenuh
hati, harus berakhir sampai di sini? Mengapa yang kita awali dengan indah tidak
bisa berakhir indah juga? Mengapa di antara sekian banyak manusia, kita yang
harus menjalani skenario ini? Tak ada salahnya bertanya mengapa semua ini
terjadi. Tapi saat kamu lelah karena tak kunjung mendapatkan jawaban, yakinlah
bahwa Tuhan selalu punya rencana.
Tidak semua pertanyaan harus kamu jawab sekarang. Inti dari
semua ini adalah merelakan. Barangkali suatu hari nanti, kita, justru akan
sama-sama mengelus dada lega atas perpisahan kali ini. Sudahlah. Kita sudah
cukup berusaha. Jika hasilnya masih tak sesuai yang kita harapkan, sudah
saatnya kita mengambil kesimpulan.
Sekarang kejarlah mimpimu, dan
akan kukejar mimpiku. Berhentilah memikirkan apa yang kamu tinggalkan, dan
cobalah menyambut apa yang di depan.
Tapi sudah saatnya kita berjalan. Berhentilah memikirkan apa
yang kita tinggalkan di belakang, dan mulailah menerka apa yang akan terjadi di
depan. Kejarlah mimpimu, dan teruskan pencarianmu. Akan kukejar juga mimpiku,
dan kuteruskan pula pencarianku ini. Tak perlu kita berlama-lama di sini.
Karena aku dan kamu sama-sama tahu bahwa tak ada yang bisa diperbaiki.
Bila Tuhan mengizinkan, kita akan bertemu di sebuah
persimpangan. Saat itu, jangan kamu membuang muka. Sapalah aku seperti kawan
lama, yang menemanimu belajar apa itu duka dan apa itu suka. Tak perlu kita
saling membenci, sebab kebencian tidak akan membawa kita ke mana-mana.
Untuk kamu yang pernah pernah
berbagi hari denganku, selamat tinggal dan terima kasih atas segalanya
Yakinkan dirimu, seperti aku
berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa inilah perpisahan. Jalan kita masih
panjang. Satu kegagalan tak akan menghalangimu untuk mendapatkan kebahagiaan.
Terima kasih atas segala gelak tawa dan haru biru yang kamu
sajikan.
Selamat tinggal. Suatu hari nanti kamu akan temukan pelabuhan
lain yang akan menjagamu dan tak akan membuatmu karam.
Komentar
Posting Komentar