Menjadi Jomblo Syar'i


Istilah jomblo syar’i kini sudah menghiasi dunia persilatan perjombloan Indonesia. Entah karena alibi atau apa, para tuna asmara  mencoba untuk berlindung di balik istilah tersebut dari kejonesan  mereka.
Sekilas, memang kedengarannya agak menggelitik karena orang-orang beranggapan istilah ini diadopsi dari kata jilbab syar’i. Namun jangan salah kaprah. Setelah melalui proses pertapaan panjang di dalam gua riset di dunia milik Paman Google —dan tentunya dari diri sendiri— ternyata jomblo syar’i bukan hanya sekedar istilah yang digunakan para jomblowers sebagai tameng dari bully-an orang-orang yang tidak berperikejombloan.
Laiknya wanita yang menggunakan jilbab, istilah syar’i ini sangat pantas disematkan ke beberapa spesies orang yang memilih sendiri. Pengguna jilbab yang hanya menggunakan jilbab sebagai mode tapi tetap menampilkan lekak-lekuk tubuh yang aduhai (baca:jilboobs) selevel dengan jomblo ngenes. Saya selalu ingat petuah seorang ustadz, bahwa berhijab itu bukan hanya sekedar membungkus tapi juga menutup. Ah, serasa menjadi ulama sayanya.
Maka, begitu pun dengan seorang jomblo. Orang —entah wanita ataupun laki— yang memilih menyendiri karena sudah hafal mati Surat Al Isra’ ayat 32 dan mengagumi Surat An Nur ayat 26 adalah kategori jomblo syar’i. Eh, tunggu dulu! Untuk dua ayat yang saya sebut silakan cari sendiri. Jadi orang jangan malas, Mblo. Apatah lagi, ayat-ayat tersebut adalah ayat yang paling populer di kalangan para jomblo.
Begitulah jomblo syar’i yang tetap meneguhkan hati melawan bully-an dan caci maki menuggu dan terus menuggu hingga  lapuk suatu saat Tuhan sendiri yang mendekatkan dan memilihkannya dengan pasangan yang juga berpredikat jomblo syar’i. Weleh, kehormatan apalagi, Mblo, yang melebihi kehormatan ketika Tuhan sendiri yang memilihkan kita. Kehormatan tersebut lebih terhormat dari undangan Pak Presiden ke istana untuk mendapatkan gelar tuna asmara terngenes.
Tapi jangan kausangka menjadi jomblo syar’i itu semudah nyolong jemuran tetangga membalikkan telapak tangan. Banyak diantara kita yang menjomblo karena memang tidak laku-laku atau lantaran belum move on dari masa lalu (baca:mantan). Ya, banyak. Banyak sekali. (Apakah saya juga termasuk? Ah, tidak penting).
Menjadi jomblo syar’i adalah pilihan hidup. Ingat, pilihan hidup! Jadi, mesti memiliki keteguhan hati sekuat baja untuk mencapai level ini. Kau harus tahan terhadap godaan dedek gemes yang aduhai itu, pun kau harus berusaha legowo ketika melihat gebetan digandeng sahabat sendiri. Dan tentunya kau harus menahan diri dari godaan hawa nafsu ketika melihat sang mantan baru saja putus dengan pacar barunya.
Iya. Kau kira mudah, Mblo? Bahkan anak pesantren saja akan angkat tangan untuk mencapai gelar jomblo syar’i.
Kabar baiknya adalah kau tetap bisa memiliki perasaan cinta kepada seseorang. Iya, jomblo level apapun tetaplah manusia, tho? Bedanya, jomblo syar’i akan mencintai dalam diam. Ahai…. Melankolis, ya. Tapi bukan sembarang diam. Tidak seperti diamnya seorang jomblo biasa yang menginginkan gadis seperti Isyana Sarasvati. Jomblo Syar'i dalam diam akan membawa nama orang yang dicintainya di setiap doa di ujung tahajjudnya. Aist…. “Sisakan kami wanita seperti itu untuk generasi kami.” Begitu kalimat yang pernah saya baca.
Menjadi jomblo syar’i sama halnya melatih diri untuk bersabar, merelakan, dan melepaskan. Eits, dan tentunya melatih diri untuk tegar menghadapi serangan bully.
Hayo, siapa yang ingin menjadi bagian dari jomblo ini? Daripada kalian meratapi kejonesan yang sudah sekian tahun itu, mending ubah haluan sekarang. Saatnya meluruskan niat. Niatkan menjadi jomblo karena Allah. Ingin memantaskan diri dulu. Biarkan tangan Tuhan yang bekerja. Bukan berdiam diri, loh. Ingat ya, memantaskan diri itu sama halnya mengundang jodoh baik-baik untuk menepi ke dermaga hati kita. Haha…syiiik.
Maka, prospek si jomblo syar’i ini sangat cerah ke depannya. Ia adalah mantu yang paling diinginkan para mertua. Dan yang pasti akan menjadi rebutan barisan para mantan lelaki/wanita yang mencari pasangan hidup.
Bagi kaum Adam, menjadi jomblo syar’i tidak usah merubah penampilan seratus delapan puluh derajat. Tidak. Tidak perlu menggunakan sorban dan celana kain diatas mata kaki untuk bepergian kemana-mana. Cukup memperbaiki hidup, menata masa depan dengan baik dan juga memperbaiki kualitas iman. Percayalah, Tuhan sendiri yang akan mendekatkanmu dengan orang yang baik-baik. Seperti halnya gula, jomblo syar’i itu manis. Ia tak perlu ditabur di dekat sarang semut. Semut sendiri yang akan menghampirinya. Aduhai…. Masih berharap sama dedek gemes, Mblo?
Ya, itulah jomblo syar’i. Mungkin tidak banyak, tapi akan ada generasi jomblo seperti ini. Mereka akan berjalan tegak diantara muda-mudi yang dicandu asmara dan jomblo-jomblo yang tak tahu arah —tentunya menundukkan pandangan saat bertemu cabe-cabean.
Bagaimana, Mblo? Mau ikut menuju generasi jomblo syar’i? Tetapi, eh, tetapi… setelah mengklaim diri menjadi jomblo syar’i —karena ada kata syar’i-nya— sekali-kali jangan pernah shalat istighosah menjelang malam minggu, ya? Lebih baik shalat istighosah agar hujan segera turun di daerah yang kekeringan, khususnya di wilayah saudara-saudara kita yang sudah berbulan-bulan belum juga tandur..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIDATO TERAKHIR KETUA SEMA FPD UNMA (MUSYWA 2012)

Sejarah Desa Pilangsari Kec. Jatitujuh Majalengka

5 Kritik buat Film GGS ( Ganteng-ganteng Serigala)

Bedanya Wanita yang Sudah Menikah dengan yang belum Menikah

Rupa-rupa Diuk dina Basa Sunda