Kepada Kamu (Part 1-6)



Kepada Kamu
Dengan penuh kebencian
Aku benci jatuh cinta
Aku benci merasa senang bertemu lagi dengan kamu,
tersenyum malu-malu, dan menebak-nebak selalu menebak-nebak
Aku benci deg-degan menunggu kamu online . Dan di saat kamu muncul, aku akan tiduran tengkurap, bantal di bawah dagu, lalu berpikir, tersenyum, dan berusaha mencari kalimat-kalimat lucu agar kamu, di seberang sana, bisa tertawa. Karena, kata orang, cara mudah membuat orang suka denganmu adalah dengan membuatnya tertawa. Mudah-mudahan itu benar.
Aku benci terkejut melihat SMS kamu nongol di inbox-ku dan aku benci kenapa aku harus memakan waktu begitu lama untuk membalasnya, menghapusnya, memikirkan kata demi kata. 
Aku benci ketika jatuh cinta, semua detail yang aku ucapkan, katakan, kirimkan, tuliskan ke kamu menjadi penting, seolah-olah harus tanpa cacat, atau aku bisa jadi kehilangan kamu.
Aku benci harus berada dalam posisi seperti itu. Tapi, aku tidak bisa menawar, ya?Aku benci harus menerjemahkan isyarat-isyarat kamu itu. Apakah pertanyaan kamu itu sekadar pancingan atau retorika atau pertanyaan biasa yang aku salah artikan dengan penuh percaya diri? Apakah kepalamu yang kamu senderkan di bahuku kemarin hanya gesture biasa, atau ada maksud lain, atau aku yang-sekali lagi-salah mengartikan dengan penuh percaya diri?
Aku benci harus memikirkan kamu sebelum tidur dan merasakan sesuatu yang bergerak dari dalam dada, menjalar ke sekujur tubuh, dan aku merasa pasrah, gelisah.
Aku benci untuk berpikir aku bisa begini terus semalaman, tanpa harus tidur. Cukup begini saja.
Aku benci ketika kamu menempelkan kepalamu ke sisi kepalaku, saat kamu mencoba untuk melihat sesuatu di kamera yang sedang aku pegang. 
Oh, aku benci kenapa ketika kepala kita bersentuhan, aku tidak bernapas, aku merasa canggung, aku ingin berlari jauh. 
Aku benci aku harus sadar atas semua kecanggungan itu, tapi tidak bisa melakukan apa-apa.
Aku benci ketika logika aku bersuara dan mengingatkan, Hey! Ini hanya ketertarikan fisik semata, pada akhirnya kamu akan tahu, kalian berdua tidak punya anything in common,harus dimentahkan oleh hati yang berkata, Jangan hiraukan logikamu.
Aku benci harus mencari-cari kesalahan kecil yang ada di dalam diri kamu. Kesalahan yang secara desperate aku cari dengan paksa karena aku benci untuk tahu bahwa kamu bisa saja sempurna, kamu bisa saja tanpa cela, dan aku, bisa saja benar-benar jatuh hati kepadamu.
Aku benci jatuh cinta, terutama kepada kamu. 
Demi Tuhan, aku benci jatuh cinta kepada kamu. Karena, di dalam perasaan menggebu-gebu ini; di balik semua rasa kangen, takut, canggung, yang bergumul di dalam dan meletup pelan-pelanaku takut sendirian.

KEPADA KAMU 2
Kamu itu Sudah kaya QZ 8501 saja  dinyatakan INCERFA, yakni tahap awal hilangnya kontak.
Kemudian ALERFA, tahap berikut dalam menyatakan hilang kontak.
Lalu lama kelamaan DETRESFA atau resmi dinyatakan hilang.  
Tadinya aku kira yang sakti itu Cuma orang tua jaman dulu, bisa menghilang.
Aku keliru buktinya kamu juga bisa menghilang, ya menghilang dari kehidupanku.
Kamu? Iya kamu!
Seharusnya kalau niat yang timbul dalam hati hanya untuk singgah jangan disini,
ini hati bukan terminal yang ketika bis datang kamu pergi.
Sekali lagi ini hati bukan keset yang sudah diinjak-injak masih tetap welcome.
Memangnya aku Kristina yang harus rela jatuh bangun untuk mengejarmu?
Tadinya sih sempat terpikir bahwa kamu itu bersifat Endemik yang hanya ada satu-satunya dan hidup dihatiku.
Tapi kamu itu memang susah di nasehati sudah berulang kali kusuruh pergi kamu masih saja tetap dihati,
ya sudah! mungkin tempatmu disitu.

Kepada Kamu (Bagian 3)
Plato bertanya kepada gurunya, Socrates, "Apa itu cinta dan bagaimana cara menemukannya?".
Sang guru menjawab, "Ada ladang gandum di depan sana.
Berjalanlah tanpa pernah menoleh mundur. Ambil satu ranting, dan jika kamu temukan yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah temukan cinta." Plato pun berjalan, tetapi dia pulang dengan tangan kosong. "Kok tidak membawa satupun ranting?".
"Karena sesuai perkataan guru, aku hanya boleh bawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur.
Sebenarnya aku telah temukan yang paling menakjubkan, tapi aku pikir di depan sana masih ada yang menakjubkan; jadi tak ku ambil. Ternyata di depan sana, tidak ada satupun yang lebih bagus." Kata guru, "Itulah cinta."
Pernikahan adalah kelanjutan dari cinta. Dan yang penting sebenarnya adalah menikah dengan seseorang yang anda cintai sangatlah indah. Tetapi akan jauh lebih indah dan menakjubkan jika anda mencintai seseorang yang anda nikahi, bukan mencintai mantan.
Dari kisah Plato, tergambar apa yang diucapkan, "Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur." Jadi, mantan, lupakan; namun doakan. Dan ikhlaskan jika mantan telah jadi temanten. Karena cinta bisa bermakna, "Bahagia melihat orang yang kita cintai berbahagia." 

KEPADA KAMU ( Bagian 4)
Kepada kamu, yang namanya takkan berani aku sebut.
Waktu terus memutar rodanya, tetapi aku masih saja memikirkanmu.
Konyol ya, padahal kalau kamu datang, aku selalu bersembunyi dari tatapmu dan mengalihkan pembicaraan kepada hal-hal di sekitar kita.
Hey, kalau kubilang aku menyukai percakapan-percakapan kita, percayakah kamu? Percakapan-percakapan di mana sebagian besar kamu bercerita dan aku diam, atau terbata-bata karena aku panik. Panik bertatapan denganmu, dan tak tau harus berkata atau berbuat apa. Seperti kemarin aku Cuma bisa diam dan bergumam dalam hati, apakah kamu tidak melihat eksperesiku seperti apa saat kamu asyik berbicara tentang dia, atau kamu tidak berani melihatku atau juga kamu takut, takut kalau dihatimu masih terselip namaku? Ya, aku juga paham sebagian besar percakapan itu tidak berjalan dengan baik. Tapi tetap saja aku menyukainya.

Aku takut sekali, andai datang suatu saat di mana aku tak bisa lagi melupakan kamu. Sedang kamu akan terus berjalan. Seolah terus memiliki duniamu dan ‘hidup’.
Aku iri sekali padamu. Andai aku juga bisa berteguh hati pada prioritas. Sepertimu. Tetapi hatiku tak pernah kehabisan cara untuk membuat alasan, alasan bertemu kamu dan alasan mencintaimu.
Pernah suatu ketika aku berkata ‘kangen’ padamu, saking tidak tahannya aku pada perasaanku. Kamu ingat? Kamu bertanya kenapa, jawabku rahasia.
Aku tidak pernah berpikir untuk mengungkapkannya, karena kamu bukan orang yang mungkin aku dapatkan. Ketika perkataan itu tercetus, aku merasa malu, sekaligus takut kehilanganmu. Takut kamu akan menjauh. Tapi syukurlah kamu tidak, dan aku sangat berterima kasih karenanya.

Kamu pernah berkata padaku, kamu tidak tau bagaimana orang bisa mencintaimu. Dan kamu selalu terlihat keren di hadapan orang lain. Sering aku menangkap mata para lelaki menatapmu ketika kita jalan berdua. Padahal hanya dengan menjadi dirimu saja, aku sudah merasa seperti ini.
Kamu di mataku, adalah seorang yang rendah hati. Kamu tetap mau berbicara dan berteman denganku, meski aku orang yang telah membuatmu kecewa, dingin dan membosankan. Mungkin bagimu itu adalah hal yang gampang, tapi bagiku itu hal yang sangat sulit dalam menetukan pilihan, ya pilihan!


Kamu juga seorang dengan banyak ketertarikan. Kamu bertanya tentang banyak hal dan tidak malu untuk belajar.
Kamu pun seorang yang tidak takut mengakui dan menampilkan kelemahanmu. Jika sebagian besar orang selalu ingin terlihat hebat, kamu justru menerima kelemahanmu dan berusaha menjadi lebih baik. Dan aku sangat mengagumi sifatmu.
Kamu orang yang peragu tetapi selalu berusaha percaya diri, kamu penakut tetapi dengan caramu kamu mencoba mengatasinya, kamu selalu terlibat masalah-masalah yang aneh tetapi kamu terus berusaha untuk maju. Kamu melakukan hal-hal yang mungkin takut untuk aku lakukan, dan aku berharap aku bisa sepertimu.

Kamu juga dekat dengan keluarga. Kamu sering bercerita tentang mereka, dan kamu sangat menyayangi mereka.
Dan meski terlihat cuek, kamu sebenarnya selalu memperhatikan teman-temanmu. Ketika aku sedih dan berpikir tak seorangpun sadar, ternyata justru kamu yang selalu bertanya kenapa. Kamu benar-benar orang yang baik.
Dan segala sifatmu, yang mungkin orang lain tidak suka. Sifat kekanakan dan seenak udelmu, nyebelin, pelupa, penakut, peragu, mudah teralihkan, bingungan, kawatiran, semuanya. Aku memandang itu sebagai sesuatu yang manis.

Dan di atas itu semua, aku memandang kamu sebagai seorang yang sempurna. Bukan karena kamu sangat baik dan tak punya kekurangan, tetapi justru karena kamu nyaman dengan dirimu, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dan tidak takut menampilkan diri apa adanya.
Kamu tau, kriteria sempurna bagi beberapa orang adalah cantik, baik, pintar, sukses, dan apa-apa yang dibilang Mario Teguh. Tetapi bagiku, manusia itu sempurna ketika ia menjadi dirinya sendiri. :)

Kepada kamu, yang takkan pernah berani kusebut namanya.
Aku menulis ini tidak untuk mendayu-dayu di depanmu. Ini semata hanya supaya aku merasa lega.
Kamu tidak perlu membalas perasaanku, jika memang hatimu tidak merasakan hal yang sama. Kamu pun juga tidak perlu selalu menjaga perasaanku.
Dan jika ada teman kita yang mencoba mendekatkan kita sebagai sesuatu yang lebih, jangan serta merta menurutinya, tetapi pertimbangkanlah dulu. Karena ini hidupmu, dan ini hatimu. Maka tentukanlah sendiri pilihanmu. Dan tidak ada gunanya juga kalau kamu tidak bahagia.

Dan semoga kamu selalu berbahagia. Begitu pula aku. Dan semoga surat ini adalah yang terakhir, dalam arti semoga aku tidak lagi merasa galau. Terlebih karenamu.
Untuk seterusnya, aku akan bersikap kuat dan menemukan kembali arti hidupku.
Sudah ya. Terima kasih atas semua kebaikanmu. Kalau kamu membutuhkanku, ingatlah bahwa aku akan selalu menjadi temanmu.
Dan aku sayang kamu.

KEPADA KAMU ( Bagian 5 )
Kamu tau apa alasanku selalu ber-sajak untukmu?
karena Tulisanku adalah satu-satunya media ketika tanganku tak sanggup lagi memelukmu. Tulisan, adalah caraku melepas rindu dengan pelan-pelan. Kau adalah apa yang selalu aku tulis, sedangkan  aku adalah apa yang selalu kau lewatkan, Ada yang bilang bahwa bahagia itu sederhana. Awalanya aku tak percaya, hingga pada akhirnya kau menyapa. Matamu, senyummu adalah alasan lain mengapa aku betah berlama-lama walau kita tak banyak bicara. Mungkin bagian tersulit dari melupakan adalah keterpaksaan untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah terlanjur membekas Bersamamu atau ditinggalkanmu, doaku akan tetap sama. 'semoga kau bahagia'."

Oh iya..Bagaimana aku bisa marah, jika senyummu adalah alasan kenapa aku tinggal?" Dan suatu hari nanti, saat kita cuma bisa saling menatap di persimpangan, tolong ingatkan aku, bahwa dulu kita pernah berjanji untuk terus berpegangan tangan, Dan suatu hari nanti, saat kita cuma bisa saling menatap di persimpangan, tolong jangan biarkan aku menganggapmu sebagai kenangan."
Kapan ada waktu? aku ingin bicara. Sebenarnya tak terlalu penting bagimu, hanya perkara kamu masih begitu penting bagiku. Aku akan bilang, Mintalah pertolongan dariku, kapanpun kau mau. Bagiku kau lebih dari sekedar orang asing seasing apapun kita sekarang.

Terakhir...

Jadilah wanita yang tak bisa dibanding-bandingkan. Yang jika prianya digandrungi sejuta wanita, maka ia akan tetap setia pada satu wanitanya. Terima kasih telah menjadi seseorang yg selalu kusebut dalam doa. Ternyata bagi Tuhan, kita hanya dua insan yg dipertemukan untuk saling menemukan yg lain.
Terima kasih.

Kepada Kamu (Bagian 6)
Tak perlu kau suruh. Doaku selalu ada di belakang doa orang tuamu. Doaku berjalan pelan tepat di belakang doa ibumu.
Dalam keseharianku, kau yang selalu kujadikan alasan untuk hidup jauh lebih baik.

Kau selalu aku depankan.
Kecuali dalam satu hal. 
Masa depanmu, ada di belakang masa depanku.
Tepatnya satu shaf di setiap lima waktu aku mengucap salam. 

Dan kelak salamku akan bertambah satu. 
Pada malaikat di kananku, di kiriku, dan seorang malaikat baru, tepat di belakangku. 

Yang selalu tersenyum manja ketika aku menyalaminya. 
Yang ia tidak tahu, senyumnya adalah isi dari do’a ketika aku beribadah dan Ia mengamininya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIDATO TERAKHIR KETUA SEMA FPD UNMA (MUSYWA 2012)

Sejarah Desa Pilangsari Kec. Jatitujuh Majalengka

5 Kritik buat Film GGS ( Ganteng-ganteng Serigala)

Bedanya Wanita yang Sudah Menikah dengan yang belum Menikah

Rupa-rupa Diuk dina Basa Sunda