Postingan

Candu

Gambar
  Iyaa.. Kalau Belanda butuh 350 Tahun untuk ngejajah   negeri ini, Kamu Cuma butuh 5 menit buat naklukin aku. Kalau Garis Khatulistiwa sanggup membelah dunia, Garis senyum kamu bagiku adalah karunia. Kalau Bondowoso bisa bikin candi, Mata kamu bisa bikin candu.   Jujur.. Ketemu sama kamu   jadi laba terbesar yang bisa aku   raih. Iya aku tahu.. Mungkin aku terlihat imitasi buat kamu yang benci sama basa-basi Iya aku tahu.. Cuma tinggal di dataran rendah, buat kamu yang terlalu indah. Iya aku tahu.. Pesonamu setinggi RA. KARTINI Tapi aku juga ga bisa bohong, soal RA. SA INI Kalau perlu aku balik lagi deh ke tanggal 28 Oktober   Cuma buat   mengubah naskah sumpah pemuda jadi sumpah aku suka kamu Aku takut, takut akan segala hal tentang kehilanganmu.

Warna Favoritku Adalah Langit Selepas Subuh

Gambar
  Hai, selamat pagi tokoh utama. Semoga warna langit selepas subuh masih sempat kau lihat. Pagi ini, Tanyakan semuanya padaku! Apapun! Meski kau tahu, kaulah jawaban dari tiap pertanyaanku Aku ingin menjadi seseorang. Seseorang yang belakang ini sering kau sebut dalam doa sebagai sosok di masa depan yang akan hadir sebagai sosok yang baik dan membaikkanmu. Aku tak mau dan tak mampu membayangkan, jika kelak Melihat kau pergi dariku itu memang menyakitkan. Tapi lebih dari itu, mengingat bahwa dulu kau pernah berjanji untuk selalu ada untukku ternyata bisa jadi jauh lebih menyakitkan Silakan kalian sebut aku bodoh. Tapi mau bagaimana lagi? Aku memang tidak ingin melupakannya. Meski sejauh apapun kita sekarang. Jika pada akhirnya hangat sapaanku tak lagi hadir di hidupmu, ketahuilah; aku akan tetap merindukanmu.***

Sudut Kota

Gambar
Dulu, Saya sering sekali menghabiskan waktu malam Saya.  Ketika perjalanan pulang dari Cirebon setaip ahir pekan di sebuah kafe yang lokasinya tak jauh dari kosan teman saya.  Tempatnya nyaman, kopinya enak --atau setidaknya, cocok dengan lidah saya yang nggak expert-expert amat soal kopi, dan playlist lagu yang diputar selalu easy listening --walau akun spotifynya belum premium, padahal speakernya Harman Kardon. ⁣⁣ ⁣⁣ Saking seringnya, saya sampai punya semacam loyalty card sendiri. Tiap kali pesan minum, saya dapat satu stempel, nanti setiap saat saya bisa mengumpulkan lima stempel, saya berhak mendapatkan satu kopi gratis. ⁣⁣ ⁣⁣ Saya punya spot favorit: di pojokan. Dekat sebuah pot tanaman palem komodoria. Saya hampir selalu menjadi pengunjung yang pulang terakhir. Di detik-detik kritis sesaat sebelum jam tutup kafe. ⁣⁣ ⁣⁣ Tiap kali menjadi pengunjung yang pulang terakhir, saya selalu gelisah atas apa yang dipikirkan oleh si penjaga kafe. Apakah saya dianggap sebagai pelang...

Aku yang Salah

Gambar
Untuk setiap waktu-waktu perih yang kau jalani sendiri. Untuk setiap tangis yang tak kuseka lagi. Untuk setiap langkahmu yang tak ditemani lagi. Untuk setiap bahagia yang tak bisa dibagi berdua lagi. Untuk setiap luka yang harus kau hadapi sendiri. Untuk setiap saat-saat terpurukmu, Aku yang Salah dan Aku juga yang Kalah, terlalu berani mencintaimu... Sayang; Aku minta maaf karena tak bisa menghadirkan bahagia yang lebih lama. Sayang, sebarkan berita buruk tentangku. Karanglah cerita menyakitkan yang begitu pilu dan aku adalah pelaku utamanya. Ceritakan kejelekanku pada orang-orang terdekatmu. Ceritakan hal-hal jahat yang pernah tak sengaja kulakukan kepadamu. Sumpah serapahkan aku. Menangislah di pundak sahabatmu dan buat mereka ikut membenciku. Ceritakan itu semua, sayang. Ceritakan. Selama itu membuatmu mampu bangkit lagi setelah perpisahan ini; Aku rela. Selama itu bisa membuat orang-orang jadi menemanimu dan kau tak harus menjalani hari-hari sendiri lagi, aku rela...

Jalan Pulang

Gambar
  Perpisahan dengan Blogg ini kemarin mirip seperti perpisahan karena restu orang tua. Bukan karena kemauan dari kedua belah pihak. Tiba-tiba dipaksa lepas, dan dia pergi jauh entah ke mana tak bisa dihubungi lagi. Kita dibuat penasaran, dibuat kebingungan. Masalahnya, banyak yang belum tuntas, banyak tulisan yang belum disimpan, banyak karya-karya bahagia yang tak bisa lagi dijalani bersama. Banyak kenangan yang terpaksa dikubur tanpa dipendam. Ruang yang dulu penuh warna tiba-tiba berubah menjadi biru tua temaram. Beberapa kawan berbincang hilang tak bisa dihubungi. Tak ada lagi kabar-kabar yang bisa didengar. Ketika sedang jatuh-jatuhnya, tak ada lagi tempat yang bisa mendengar dengan bebas. Becerita tanpa batas. Menjadi orang lain ketika benci akan diri sendiri. Melepaskan sisi yang selama ini selalu terpendam dalam-dalam. Setelah lama bersama, ternyata ditinggal tanpa pesan itu rasanya rindu setengah mati. Perasaan itu masih sama. Masih tetap.  Memaksa brangkas ...

Wajah Gelandangan

Gambar
Bulan Puasa kemarin, saya mengisi semacam acara lokakarya mahasiswa di salah satu kampus di Majalengka. Acara berlangsung dari pukul tiga sore dan berakhir sekitar lima belas menit menjelang maghrib. Begitu acara selesai, saya buru-buru pamit ke panitia sebab saya keburu ingin berbuka di salah satu rumah makan langganan saya. “Nggak nunggu buka sekalian, Mas?” tanya salah satu panitia. “Nggak, Teh. Habis ini saya ada acara,” terang saya. Panitia kemudian langsung memberi saya bungkusan, lengkap dengan amplopnya. Saya terima bungkusan dan amplop tersebut dan kemudian langsung ngacir keluar. Saat sampai di tangga, seorang panitia tergopoh-gopoh mengejar saya sembari membawa nasi kotak. “Mas, ini, ada jatah makan dari panitia. Harusnya buat buka puasa, tapi karena Mas Hasan sudah pulang duluan, jadi saya kasihkan saja, siapa tahu nanti di jalan bisa dimakan,” ujarnya sembari memberikan kotak tersebut beserta tas kresek sebagai wadahnya. “Oh, Haturnuhun, Teh.” Di parkiran, sa...

Tidak Mau Menua di Jakarta, Maunya Menua Sama Kamu

Gambar
  Kemacetan di Jakarta Selayaknya banyak orang, saya menyaksikan wajah Jakarta di masa kecil melalui tampilan di layar-layar televisi. Jakarta di mata saya merupakan kota yang dihuni oleh artis-artis top dan beken. Dari Rano Karno sampai Mathias Muchus, dari Anwar Fuady sampai Pong Harjatmo, dari Dina Lorenza sampai Paramita Rusady. Saya hampir selalu berpikir, Jakarta pastilah kota yang menyenangkan, sebab kalau tidak, mana mungkin orang-orang seperti Dina Lorenza itu kelihatan cantik melulu. Dari jaman jadi model video klip lagu Angin Malam-nya Sahara, trus jadi saingannya Peggi di sinetron Gerhana, sampai jadi istrinya tulang Togu di sinetron Tukang Bubur Naik Haji, kok ya nggak ada jelek-jeleknya. Perlahan, saya mulai naksir pada kota itu. Dan rasanya tak berlebihan jika kemudian Jakarta menjadi kota yang, saya merasa, kelak harus pernah merasakan hidup di sana, atau setidaknya, pernah mengunjunginya. Harapan itu tak tercapai saat saya SMP, sebab ketika banyak SMP di kota...

Dari Cita-cita Tentara, Insinyur, Hingga Ahli Sejarah. Pada Akhirnya Hidup Hanya Soal Kompromi

Gambar
  Dulu sewaktu kecil, saya pernah bercita-cita menjadi seorang tentara. Maklum saja, Rumah tempat tinggal saya memang sebelahan persis dengan anggota Babinsa. Saya juga pernah lihat komplek perumahan dan markas tentara. Hal tersebut kemudian meniupkan semacam “angin tentara” dalam hidup saya. Sebagai seorang lelaki yang tinggal di lingkungan yang lumayan tentara, saya melihat semacam fakta menyebalkan, di mana sejelek apa pun tampang tentara (apalagi yang perwira lulusan akademi militer), pacar atau calon istrinya hampir dipastikan cantik.  Ada juga fakta unik di kampung saya, kalau tentara mendapatkan istri Kebanyakan kalau ga Bidan ya Perawat. Saat upacara kelulusan perwira, misalnya, saya banyak melihat para perwira yang berpose dengan pacar mereka yang memang rata-rata sintal dan berwajah menyenangkan. Kelak, cita-cita sebagai tentara ini pupus karena saya sadar diri dengan postur tubuh saya yang lemah, dan ringkih. Jangankan jadi tentara, untuk sekadar mengangkat sa...

Kekaguman dan Kecemburuan Perempuan

Gambar
  Hesti Purwadinata/IDN Times Untuk produk motor, bir, rokok, dan produk-produk lainnya yang identik dengan konsumen laki-laki, hampir bisa dipastikan bahwa salesnya adalah perempuan. Hal tersebut adalah imbas dari realitas dunia marketing, di mana laki-laki memang cenderung tertarik pada perempuan, termasuk produk yang ia jual. Nah, jika menggunakan konsep tersebut, maka seharusnya produk-produk yang identik dengan konsumen perempuan seperti busana perempuan atau kosmetik, harusnya salesnya adalah laki-laki. Sebab sebaliknya, perempuan lazimnya kan tertarik sama laki-laki. Namun yang terjadi di lapangan, nyatanya tidak demikian. Sales untuk produk-produk perempuan sebagian besar tetap perempuan. Sales lipstik Wardah tetaplah perempuan. Sales kutang sorex juga tetap perempuan. Sales kerudung (baik yg syar'i maupun yang tidak) juga perempuan. Mengapa bisa begitu? Usut punya usut, ada satu teori yang menyatakan bahwa hal tersebut ada sangkut pautnya dengan psikologi ketertari...

Relationship Ala Pramuka

Gambar
Foto sekedar ilustrasi Saya punya semacam love-hate relationships dengan Pramuka. Sejak kecil, saya sudah sangat menyukai Pramuka. Maklum saja, sejak kecil, saya sudah sering teracuni dengan sindrom petualangan: menjelajah, berburu harta karun, menaklukkan tantangan, tidur di alam liar, dan sebangsanya. Dan Pramuka, adalah entitas yang, setidaknya bagi saya yang masih kecil, sangat masuk akal untuk memenuhi hasrat petualangan. Ketika SD, walau tak sesuai-sesuai amat dengan bayangan saya akan konsep petualangan, namun setidaknya, Pramuka toh berhasil membuat saya bahagia. Pramuka membuat saya akhirnya bisa merasakan berkemah, ikut pesta siaga, dan yang paling penting, bisa membuat saya petantang-petenteng dengan seragam dilengkapi tali dan belati (yang tentu saja tidak tajam, sebab keberadaannya memang lebih bersifat hiasan pelengkap semata alih-alih sebagai alat pemotong). Bagi saya itu memang sangat keren dan sangat militeristik. Oke, saya paham bahwa militerisme jaman sekarang...