Kekaguman dan Kecemburuan Perempuan
Hesti Purwadinata/IDN Times |
Untuk produk motor, bir, rokok, dan produk-produk lainnya
yang identik dengan konsumen laki-laki, hampir bisa dipastikan bahwa salesnya
adalah perempuan.
Hal tersebut adalah imbas dari realitas dunia marketing, di mana laki-laki
memang cenderung tertarik pada perempuan, termasuk produk yang ia jual.
Nah, jika menggunakan konsep tersebut, maka seharusnya produk-produk yang
identik dengan konsumen perempuan seperti busana perempuan atau kosmetik,
harusnya salesnya adalah laki-laki. Sebab sebaliknya, perempuan lazimnya kan
tertarik sama laki-laki.
Namun yang terjadi di lapangan, nyatanya tidak demikian. Sales untuk
produk-produk perempuan sebagian besar tetap perempuan. Sales lipstik Wardah
tetaplah perempuan. Sales kutang sorex juga tetap perempuan. Sales kerudung
(baik yg syar'i maupun yang tidak) juga perempuan.
Mengapa bisa begitu? Usut punya usut, ada satu teori yang menyatakan bahwa hal tersebut
ada sangkut pautnya dengan psikologi ketertarikan.
Lelaki cenderung tertarik dengan perempuan cantik, dan cenderung tidak suka
dengan lelaki tampan (mereka menganggapnya sebagai pesaing). Sedangkan pada
perempuan, mereka cenderung suka dengan lelaki tampan, tapi tidak benci dengan
perempuan cantik (mereka malah cenderung mengagumi).
Itulah kenapa perempuan banyak yang jadi sales baik untuk produk lelaki maupun
produk perempuan, sebab mereka disukai laki-laki namun juga tidak dibenci oleh
sesama perempuan.
Saya sangat setuju dengan teori tersebut, sebab saya berkali-kali
membuktikannya.
Kejadian seminggu yang lalu mempertebal keyakinan saya.
Saya sedang bersama Sebi. Kami duduk-duduk sebentar kemudian ngobrol. Yah, sekadar menghabiskan waktu sejenak sebelum kami berpisah.
Kami ngobrol-ngobrol soal beberapa hal.
Saat kami sedang asyik ngobrol, mendadak di istagram saya ada foto Hesti Purwadinata, menurut
mata lelaki saya, sangat seksi. Pakaiannya sangat mini, sehingga
pahanya yang putih dan indah terlihat dengan begitu jelas.
Mata lelaki saya bereaksi. Saya sempat melirik foto itu saat berlalu di Beranda.
Walau hanya sebentar, namun Sebi ternyata sadar kalau saya melirik perempuan
yang secara visual sangat seksi dan menggoda itu.
Ia kemudian menghalau pandangan saya.
“Nggak usah lama-lama ngelihatinnya...” katanya dengan pasang tampang jengkel.
Saya yang sudah kadung ke-gep tentu saja tak bisa mengelak.
“He he he, mbaknya seksi,” kata saya.
Saya kemudian fokus kembali pada Sebi. Kami melanjutkan obrolan kami yang tadi
sempat terputus sejenak karena kehadiran si Hesti di Beranda.
Tak berselang lama, Sebi mendadak menengok ke foto Hesti yang tadi
sempat saya lirik.
Ia kemudian berkata kepada saya, “Iya ya, Mas. Mbaknya seksi. Pahanya bagus,
putih mulus...”
Saya tentu saja ngakak nggak karuan.***
Komentar
Posting Komentar