Binasa
Ini hanya anganku saja, atau memang perasaanmu perlahan binasa?
Belakangan ini aku mulai takut untuk bercerita.
Belakangan ini aku mulai takut untuk bercerita.
Tak jarang hal yang seharusnya menyenangkan untuk kita bahas, justru berakhir sebuah masalah yang entah lahir dari mana. Kau sudah jarang menyapaku lebih dulu.
Aku mengerti, kau mungkin sibuk dengan kerjaanmu yang anehnya kian hari kian memangkas waktu; atau kau mungkin sibuk menyingkirkan aku dari kepalamu?
Alih-alih menanyakan hariku, kau hanya datang memberi kabar sebelum kemudian ada hening panjang yang entah kau pergi ke mana. Terkadang tertidur, terkadang sibuk yang aku tak boleh tau, atau justru terkadang pertanyaan sederhanaku tentang apa kesibukanmu saat itu seakan tampak sebagai kumpulan rajam yang menyudutkan bagimu.
Tiap kutanya bosan, kau jawab tidak. Namun sikapmu mengiyakan. Tiap kutanya kau ingin pisah, kau jawab tidak. Namun diammu mengiyakan. Tiap kuajak pergi, kau jawab iya. Namun hadirmu tidak ada.
Iya, kau memang menepati janji untuk selalu ada. Namun alih-alih menyenangkan, rasanya kau justru menikamku pelan-pelan.
Seperti sedang…Menunda perpisahan yang sudah pasti datang.
"Tuhan, Boleh meminta satu hari lagi bersamanya? Satu hari saja, bersamanya, dengan segala kemungkinan-kemungkinan dan segala kebebasan tanpa perlu merasa takut ia pulang kepda siapa. Aku ingin satu hari lagi bersamanya, memilikinya penuh, tanpa perasaan nyeri karena ia bukan milikku lagi."
Komentar
Posting Komentar