Aku Sudah

Setelah melahap habis film Ada Apa Dengan Cinta yang kedua, saya tertegun di depan layar hitam yang berisi dengan deretan nama pemain-pemain film tersebut. Ketika saat itu riuh orang-orang bertepuk tangan bersorak-sorai merayakan Cinta yang kembali dengan Rangga, saya hanya bisa terdiam.
Saya marah!
Saya kesal hingga ke ubun-ubun kepala.
Kenapa orang-orang malah bertepuk tangan?! Apa yang harus dirayakan dari sebuah pengkhianatan?! Cinta yang telah sukses disembuhkan oleh Trian yang saya yakin itu sangat sulit sekali dan butuh kesabaran yang luar biasa, malah dengan mudahnya menghancurkan pondasi yang telah dibangun bertahun-tahun itu hanya dengan satu hari bertemu saja.
Ini siapa yang gila?
Mungkin, saya termasuk segelintir orang yang tidak setuju dengan akhir cerita dari Film legendaris Indonesia ini. Karena bukan saja mungkin, tapi saya pernah mengalami langsung menjadi 3 orang utama di cerita tersebut. Ya, di tiga pihak utama. Sebagai Cinta, sebagai Rangga, dan sebagai Tunangan Cinta; Trian.
Baiklah, akan saya jelaskan hingga kalian menganggukkan kepala.
Mengutip kata-kata dari Arman Dhani:
Rangga itu jahat dan selayaknya penjahat ia mesti dihukum. Jika kemudian ia merasakan penderitaan, sesak karena rindu, dan penyesalan mendalam. Itu harga yang pantas. Lagipula, jika ia tak merasa perlu menjelaskan alasan perpisahan, mengapa ia meminta kesempatan? Ini tidak adil. Bagi Cinta, pasangan Cinta, dan mereka yang telah berusaha memperbaiki kerusakan yang dibuat Rangga.
Dari seluruh kata-kata Arman Dhani di atas, saya benar-benar setuju di satu kalimat terakhirnya. Jika kalian bisa ada di posisi Trian, yang mencintai Cinta dengan segenap hatinya, yang rela ada di posisi hati yang tidak utama, apa yang akan kalian rasakan?
Tidak hanya Trian, entah siapapun yang pernah berhasil menyembuhkan Cinta dari kepergian Rangga dulu pasti benar-benar mencintai Cinta. Ia ada untuk Cinta meski hadirnya untuk menyembuhkan luka karena orang lain di hati Cinta. Ia hadir untuk Cinta meski tahu ia tak mungkin dipilih Cinta dalam waktu dekat.
Ia seperti sebuah bunga bakung putih yang diam di atas vas kaca ruang tamu. Menghias, mengharumkan, sebelum pada akhirnya layu, dibuang, dan diganti dengan yang baru.
Kau pikir Cinta adalah sosok yang kuat karena ia berhasil bangkit dari sakit hati ditinggalkan Rangga? Bodoh! Cinta itu lemah! Yang kuat adalah mereka-mereka yang ada untuk Cinta ketika Cinta patah hati dengan begitu sangat!
Lelaki mana yang bisa begitu kuat untuk melipat hatinya hingga dalam bentuk lipatan yang begitu kecil hanya untuk memeluk cinta yang masih menangisi pria lain padahal di sampingnya ada pria yang begitu mencintainya?
Lelaki mana yang selalu setia menemani Cinta di kala Cinta kesepian namun harus terus memasang senyum palsu ketika Cinta berkali-kali membicarakan orang yang telah menyakit hatinya?
Lelaki mana yang begitu berbesar hati memberikan Cinta beberapa masukan untuk terus memaafkan Rangga padahal dalam hatinya ia begitu membenci Rangga karena telah menyakiti seorang wanita sesempurna Cinta baginya?
Rangga itu tak pantas dimaafkan, Rangga harus menderita karena telah melepas Cinta. Dan Cinta sudah sepatutnya bahagia karena telah melangkah bersama Trian. Bukan seperti ini. Trian bukanlah pihak yang salah, justru Trian adalah pihak yang paling disakiti. Buka Cinta, bukan juga Rangga.
Kau pikir bagaimana sakitnya seseorang yang telah benar-benar sabar merawat sayap-sayap patah kekasihnya yang dipatahkan oleh orang lain, lalu kemudian ketika telah sembuh kini ia terbang meninggalkan orang yang telah dengan susah payah menyembuhkan patah di hatinya itu?
Saya pernah menjadi Rangga. Dan saya jujur mengakui bahwa ada di posisi itu adalah benar-benar salah. Tidak seharusnya saya dimaafkan. Saya telah salah, dan saya telah memutuskan pergi. Bukankah meninggalkan Cinta adalah keputusan Rangga? Terlepas dari apapun alasannya, sebagai lelaki, setidaknya ia harus bisa hidup di kata-kata yang ia keluarkan sendiri.
Saya pernah menjadi Cinta. Dan saya pernah lebih memilih dia yang ada untuk saya ketimbang dia yang pergi walau saat itu saya masih mencintainya. Karena saya tahu, akan ada alasan-alasan lain di mana ia bisa pergi meninggalkan saya lagi. Entah kapan, tapi mungkin akan.
Lalu Trian?
Tunangan Cinta?
Peran Trian dan orang-orang seperti Trian – yang mana itu saya – tampaknya memang harus seperti itu. Ada sebentar hanya untuk menyembuhkan Cinta, lalu tiba-tiba muncul kembali di akhir cerita dengan kecewa berat karena harus patah hati oleh Cinta juga; Ia menyembuhkan dan disakiti di satu cerita cinta yang sama; yang mana Trian harus dua kali menelan kekalahan oleh seorang bajingan yang sama yang sekarang merebut kembali cintanya Cinta itu.
Trian adalah nyala api lilin kecil yang menjaga menghangatkan dan menerangi Cinta di tengah gelapnya suatu ruang, namun dengan mudahnya Cinta meniup Trian ketika lampunya sudah kembali menyala.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIDATO TERAKHIR KETUA SEMA FPD UNMA (MUSYWA 2012)

Sejarah Desa Pilangsari Kec. Jatitujuh Majalengka

5 Kritik buat Film GGS ( Ganteng-ganteng Serigala)

Bedanya Wanita yang Sudah Menikah dengan yang belum Menikah

Rupa-rupa Diuk dina Basa Sunda