Di Persimpangan



Ini adalah kisah perihal penantian.
Perihal siapa yang menunggu siapa, dan siapa yang ditunggu siapa.
Perihal dipertemukan walau hanya sebentar, perihal dipertemukan hanya untuk sebatas kenal.
Assalamualaikum ukhti dan Ikhwan..
Kali ini ketika lagi nganterin ponakan saya yang masih pada bau kencur dan menjelang menjadi cabe-cabean di sekolahnya itu, saya sempat melihat ada anak-anak SD lain yang tengah latihan SKJ (Sukurin Kamu Jomblo Senam Kesehatan Jasmani) di tengah lapangan sekolah. Waktu jaman saya SD dulu, senam SKJ tuh selalu diiringi dengan OST lagu poco-poco, atau lagu senam jasmani yang syahdu. Sedangkan anak-anak jaman sekarang senam jasmaninya pake lagu JKT48 - Fortune Cookies.
Pulangnya saya langsung download itu lagu.
Ternyata lagunya catchy juga ya.
Oke lupakan.
Kisah di atas nggak ada hubungannya sama sekali dengan tema freeday kita yang sekarang. Saya cuma lagi pengen curhat aja kalau saya punya lagu baru di playlist iphone..
Nah gaes,
Jumat kali ini saya akan membahas tentang sebuah masalah yang biasanya kerap terjadi di kalangan para remaja yang tengah jatuh cinta. Dan saya rasa kalian pun pernah berada dalam situasi seperti ini. Sebuah situasi di mana kalian menunggu sebuah kepastian, mengira-ngira, menerka-nerka, dan mulai berpikiran negatif ketika semuanya berjalan tidak sesuai dengan apa yang kalian inginkan.
Penantian.
Fase penantian biasanya dialami oleh beberapa orang yang sedang jatuh cinta dan menunggu sebuah kepastian. Namun fase ini tak hanya menimpa kaum remaja saja, bahkan kaum kakek-kakek lansia yang sudah tua pun apabila sedang dilanda asmara dengan nenek-nenek janda yang baru ditinggal suaminya menghadap malaikat Izroil juga bisa mengalami fase ini. Mereka juga bisa baper. Mereka bimbang antara menanti cinta terakhir atau panggilan terakahir.
Sedih ya?
Iya :(
Perlu diketahui, masalah pasangan hidup itu kadang tidak kita sangka-sangka sebelumnya. Tuhan sering bercanda mengenai pasangan hidup yang akan ditunjukkan kepada kita. Tuhan bisa saja menaruh jodoh kita di ujung jalan yang harus kita lalui terlebih dahulu dengan susah payah, atau bahkan bisa saja jodoh kita itu ditaruh Tuhan sebagai seorang anak tetangga jurusan PGSD Unma yang sedang mengerjakan skripsi sembari menunggui kerjaan yang tepat buatnya.
Ah kalau itu saya curhat.
Menunggu jodoh itu bisa diumpamakan seperti sebuah keadaan di jalan raya, ada Fase Jalan Tol, ada Fase Jalan Tikus, atau yang terkahir adalah Fase Kebingungan di Perempatan.
So, lets describe them.
1. Fase Jalan Tol
Pagi itu kala saya masih muda dan masih menjadi ambassador pupuk pestisida di SMA, saya punya kebiasaan bangun pagi. Pagi-pagi buta malahan. Biasanya anak SMA siap-siap sekolah sehabis sholat subuh, sedangkan saya bersiap-siap sekolah sehabis sholat ashar— satu hari sebelumnya. Sungguh murid teladan.
Ketika anak SMA yang lain mengerjakan sesuatu di sekolah, saya selalu mengerjakan semuanya di rumah. Bahkan ketika ulangan. Iya, soalnya saya bawa ke rumah. Nggak tau kenapa. Saya orangnya punya kebiasaan tidak suka menunda-nunda sebuah kegiatan. Tak ayal setiap hari kamis jam 12 malam, saya sudah cabut ke masjid buat sholat jumat.
*magang jadi marbot*
Hingga pada suatu hari di hari senin pagi, saya yang sudah rapih dan siap pergi ke sekolah ini terpaksa harus agak tertunda ketika mengetahui tukang nasi kuning yang biasanya mejeng di deket rumah ternyata sedang ambil cuti pertukaran pelajar ke kamerun. Alhasil saya harus mencari alternatif lain untuk menjaga agar stabilitas perut saya tetap terjamin. Mau masak telor, tapi telornya nggak ada. Adanya cuma dua, tapi telor yang itu nggak bisa dimakan dan nggak bisa dicopot. Huft..
Akhirnya sembari menyalakan motor, saya terpaksa memutuskan untuk menunda waktu sarapan di rumah dan menggantinya ketika waktu makan siang di kantin sekolah. Lagi asik-asiknya manasin motor sambil ngaca di spion. Mendadak saya mendengar sebuah alunan musik..
“Roti… Roti Sari Roti… Tet tot tet.. tettet tot tet..”
ANJIR KEBETULAN BANGET ADA TUKANG SARI ROTI!!
Dengan cepat kilat saya langsung cegat tuh tukang Sari Roti, menarik-narik karet celananya sampai lepas karena dia tidak mau berhenti. Akhirnya tanpa saya sangka-sangka sebelumnya, saya menemukan alternatif sarapan lain tanpa harus berusaha terlebih dahulu.
Nah, kisah saya di atas itu mirip sama Fase Jalan Tol dalam sebuah hubungan. Ketika lo sedang tidak mencari, ketika lo sedang nyaman sendiri tanpa harus takut kesepian, tiba-tiba Tuhan dengan begitu saja menunjukkan seorang pendamping hidup di depan lo tanpa lo minta sebelumnya.
Dia datang begitu saja, dan ntah kenapa dia datang di saat lo lagi bisa menerima seseorang tanpa harus takut resiko dari jatuh cinta itu apa. Ketika lo sudah mulai bisa melepaskan yang lalu, mendadak seseorang yang baru muncul dengan mudahnya dan membuat lo bisa kembali merasakan jatuh cinta tanpa harus takut akan semua bayang-bayang kegagalan cinta lo di masa lalu.
Mulus dan lancar. Seperti kondisi jalan tol. Tanpa gangguan, tanpa ada interferensi dari sisi lain.
Akan ada satu orang di mana kau tiba-tiba menemukannya, tapi ntah kenapa kau merasa dia bisa mengisi apa yang selama ini sudah terlalu lama kosong. Kau yang biasanya begitu selektif, mendadak bisa menerima segala kekurangannya, tak mempedulikan bentuk rupanya, kau hanya peduli pada satu hal, bahwa bersama senyum dan tawanya, kau bisa tertawa dengan nyaman.
2. Fase Jalan Tikus.
“Anying saya telat!”
Saya mulai panik ketika melihat sebuah isi SMS beserta jam yang tertera di HP saya.
“CEPET!! LO DI MANA?! ACARANYA MAU DI MULAI?! ketua KOK TELAT?!”
Tanpa pikir panjang saya langsung memacu kendaraan saya untuk pergi ke kampus pagi itu juga. Namun ternyata kesialan saya tidak berhenti di situ saja, saya cukup shock berat ketika melihat jalanan di Majalengka macet total setiap pukul 07.00 - 09.00. Ntah cuma hari itu doang, atau emang setiap hari sih, kalau misal jam 06.45 jalanan masih sepi, terus pas jam 07.00 mendadak jalanan udah rame dan nggak karuan kaya bulu ketek dimohawk.
Karena ini merupakan acara saya dan tanggung jawab saya, mau tidak mau dengan terpaksa saya harus menjadi seorang biker badjingan ketika mengendarai motor pagi itu. Ada nenek-nenek mau nyebrang, saya nggak ngerem tapi malah makin ngegas, sehingga waktu saya melewatinya, kulitnya ketarik semua. Pas saya lihat di spion, udel si nenek ada di jidat gara-gara kulitnya kehempas ketika motor saya lewat tadi. Subhanallah..
Terus waktu saya lagi fokus layaknya cowok jomblo nonton goyang dribble di youtube, mendadak dari sisi kanan ada angkot membanting stir ke sebelah kiri karena melihat ada penumpang, sontak saya langsung ngerem mendadak sehingga mengakibatkan efek domino bagi para pengendara motor di belakang. Pagi itu, ada banyak binatang keluar dari mulut para pengendara motor di belakang saya. Karena kesal, saya banting stir ke kanan, menjalankan motor saya mepet di sebelah angkot, lalu membiarkan spion motor saya yang dari besi ini menghantam spion supir angkot.
Namun saya kira cuma saya doang yang melakukan hal seperti itu, ternyata para pengendara yang lain pun melakukan hal yang sama. Bahkan ada yang menendang pintu angkot itu karena saking kesalnya. Dari jauh saya melihat spion supir angkot udah kaya tangan orang waktu salamanan halal bihalal pas Ramadhan. Ngaplek lemes kaya cakwe belum digoreng.
Semakin saya berusaha mengejar, ternyata waktu semakin mepet, alhasil saya mengambil inisatif melewati jalur tikus untuk menghalau kemacetan. Saya mengambil gang-gang kecil yang hanya bisa dilalui oleh satu mobil, awalnya saya kira saya bisa sampai lebih cepat, namun ternyata saya salah. Di jalan tikus itu ternyata lebih banyak rintangannya ketimbang di jalan raya.
Tukang cilok, gerobak baso, tukang Sari Roti yang karet celananya melar gara-gara ditarik-tarik sama anak SMA yang belum sarapan, Tukang susu nasional, janda, duda, cabe-cabean, cengek, buncis, terong, selada air, bayam, bapak-bapak lagi mainan burung beo yang cuma pake sarung sama kaos dalam doang, ibu-ibu gosip, ibu-ibu mainan burung bapak-bapak, anak kecil main kelereng, kondangan, dangdut dorong, preman setempat, dan yang lebih kampretnya lagi adalah ketika ada acara sisingaan ketika ada seorang anak kecil yang baru saja selesai di sunat.
Asem!
Niatnya buru-buru ke kampus eh malah terjebak di sebuah jalan yang mana saya nggak bisa kemana-mana, dan mau tidak mau saya juga harus melihat tradisi sisingaan dengan seorang anak cowok yang meringis kesakitan megangin selangkangannya gara-gara itu singa yang dinaikinnya goyang-goyang.
Melihat hal itu, saya jadi ikut-ikutan linu.
Kisah di atas juga biasanya kerap terjadi dalam sebuah hubungan penantian. Kau buru-buru ingin menemukan seseorang yang tepat, kau dihantui segala pertanyaan teman-teman perihal pasangan hidupmu, kau dihantui oleh perasaan yang kau buat sendiri ketika melihat mantanmu sudah menemukan kebahagiaan barunya. Kau tak ingin sendiri, kau ingin disayang, kau ingin dimanjakan. Kau menebar benih hampir ke semua sosial media agar mereka tau bahwa sekarang kau telah mampu untuk membuka hati.
Namun semakin kau mencoba, semakin kau berusaha secepat mungkin untuk mendapatkan apa yang kau inginkan itu, ternyata Tuhan berkehendak lain. Kau disesatkan pada hubungan-hubungan yang mengikis habis seluruh kekuataanmu dalam bertahan.
Ada orang yang mendekatimu, ternyata kau hanya dijadikan pelarian saja olehnya. Kemudian kau mencari lagi. Kau menemukan orang yang kau rasa tepat, ternyata Ia hanya membuatmu sebagai tempat peristirahatan sebelum Ia kembali berlayar. Kemudian kau mencari lagi. Kau dijodohkan oleh temanmu kepada seseorang, namun ternyata seseorang itu lebih menyukai temanmu, bukan dirimu. Kau masih gigih dalam mencari hingga akhirnya kembali menemukan sosok yang baru, namun ternyata baginya kau hanya teman dan pembunuh waktunya. Kau hanya dicari ketika pacarnya tak ada kabar. Kau penghibur bagi hati-hati yang terluka, kau mengobati sebuah hati yang dilukai oleh orang lain. Kau mengobatinya dengan cara mengorbakan hatimu yang padahal sedang terluka juga, kau berharap kelak Ia akan mengobatimu balik, namun ternyata ia memilih untuk tetap mengobati hati yang sering melukai hatinya.
Hingga pada akhirnya kau letih dalam mencari.
Kau menangis tanpa alasan yang kau sendiri tidak tahu.
Kau menatap kosong ke arah jendela ketika hujan.
Kau memutar-mutarkan garpu di atas makanan tanpa ada nafsu untuk melahap makanannya.
Kau menonton televisi, namun kau tidak tahu pikiranmu sedang ada di mana.
Kau berakhir seperti seseorang pengendara yang terburu-buru namun terjebak pada sebuah Jalan Tikus.
Kau yang sedang mencari, dipaksa berhenti dan dipaksa melihat senyum-senyum kebahagiaan orang lain.
3. Fase Lampu Merah atau Fase Trafic-Light-Lationship.
Suatu ketika di salah satu perempatan paling terkenal di Majalengka, perempatan Jalan Mambo. Saya lagi duduk berdua di atas motor menunggu lampu lalu lintas berubah dari warna merah menjadi warna hijau dengan sesorang yang saya sayang di bangku belakang. Saat itu keadaan cukup lenggang mengingat waktu sudah terlanjur malam.
Di sana hanya ada satu motor saja yang diam menunggu lampu berubah warna. Motor saya. Sedangkan beberapa motor dan kendaraan lain yang ada di belakang saya dengan polosnya menerobos lampu merah karena merasa jalanan sudah terlanjur sepi.
Karena kejadian ini, sembari menangkupkan dagu di pundak saya, dia bertanya.
“A, kenapa nggak maju aja?” Tanyanya setengah mengantuk.
Saya melihat ke arahnya, menggenggam tangannya yang masih setia memeluk tubuh saya erat.
“Lebih baik menunggu. Siapa tau di depan sana ada polisi yang menilang, atau bahkan lebih buruknya lagi, siapa tau ada kendaraan lain yang melintas dari arah belawanan yang malah bisa mengakibatkan kecelakaan.” Jelas saya manja.
“Oooh gitu..” Jawabnya samakin memeluk tubuh saya erat.
Lagi romantis-romantisnya duduk berdua diguyur oleh cahaya bintang dan lampu lalu lintas, tiba-tiba ada pengendara lain datang dan berhenti tanpa mau menerobos lampu merah seperti apa yang tengah saya lakukan.
Saya sempat melihat ke arahnya, Ia sempat melihat ke arah saya. Kita berdua menyapa tanpa suara dengan cara menundukan kepala walau kita tidak saling kenal, sebuah kesopanan khas ala orang Majalengka. Namun beberapa saat kemudian Ia memilih untuk menerobos lampu merah itu ketika menyadari bahwa jalanan dari sisi lain begitu lenggang.
“Kamu lihat..” Ujar saya.
“Apa?”  Tanyanya.
“Penantian yang paling memilukan adalah penantian yang seperti penantian lampu merah ini. Saya bisa saja menerobos lampu merah, melanggar aturan, melanggar hak orang lain, Saya bisa saja hadir sebagai orang ketiga dalam sebuah hubungan orang lain. Mengganggu apa yang sudah menjadi milik orang lain agar Saya bisa menjadi miliknya, namun kadang resikonya besar, Siapa tahu di depan sana ada polisi yang akan menilang, siapa tahu ternyata akan terjadi kecelakaan besar. Namun menunggu pun tak sama baiknya.” Tukas saya.
“Tak sama baiknya?”
“Iya, ketika kamu menunggu di lampu merah, kamu hanya bisa melihat orang lain bahagia. Kamu hanya bisa menunggu. Berusaha sekuat tenaga hanya akan membuatmu jatuh pada lubang yang kau buat sendiri. Suatu saat mungkin akan ada seseorang yang menemani seperti orang yang baru saja diam di sebelah motor kita, namun dia bisa pergi kapan saja ketika kita tidak berbuat apa-apa kepadanya.”
“…”
Kita pun terdiam cukup lama malam itu sembari terus menunggu sang lampu merah berubah warna menjadi lampu hijau. Dalam sebuah Fase penantian, fase Traffic-Light-Lationship ini adalah Fase yang paling memilukan, paling menguras tenaga, dan paling sering menyakit hati kalau menurut saya.
Dalam jalan lurusmu, kadang kau menemukan sebuah persimpangan. Persimpangan di mana Tuhan memberikan kau sebuah kesempatan untuk bertemu orang-orang baru. Beberapa orang yang menyebrang dari sisi berbeda di sebuah persimpangan jalan akan berpapasan dengan seseorang yang baru. Namun, selayaknya ketika sedang menyebrang, kau hanya akan berpapasan dengan orang itu sebentar, lalu kemudian kalian akan kembali berpisah dan menuju jalan yang berbeda.
Berapa banyak orang yang sudah kau temui dan yang kau kira dia adalah pendamping hidupmu namun pada akhirnya dia pergi ke sisi yang berbeda dengan sisi yang hendak kau tuju? Awalnya kau mengira akan menemukan seseorang, namun ternyata itu hanya sebuah penyebrangan di persimpangan. Kau akan tetap terus sendiri hingga nanti kau bertemu sebuah persimpangan lain lagi dan berharap di persimpangan yang kali ini, kau akan benar-benar menemukan pendamping hidupmu. Yang memilih untuk menetap dan tak pergi lagi.
.
Aku ingat kita; Kita pernah menunggu begitu lama untuk bisa dekat. Kita pernah bermimpi untuk saling menggenggam erat.
Namun kita hanyalah dua di persimpangan. Yang dipertemukan hanya untuk satu-dua-detik, lalu kemudian pergi untuk menemukan yang lebih baik.
.
Begitu juga dengan orang-orang yang menunggu di perempatan lampu merah. Kau akan bertemu banyak sekali orang. Orang-orang yang baik, yang serupa baik, yang paling baik, yang terbaik, yang buruk, yang lebih buruk, dan yang sama-sama sedang menunggu layaknya yang kau lakukan sekarang.
Namun Tuhan tak banyak memberimu batas waktu, lampu merah yang berubah menjadi lampu hijau adalah batas waktu di mana Tuhan mengecek apakah orang-orang itu cocok untukmu? Dan semua itu pada akhirnya kembali ke diri kita masing-masing, apakah ketika di sebuah penantian lampu merah, kau akan turun dari satu kendaraan dan memberanikan diri untuk menaiki kendaraan lain sehingga kini kau berjalan tak sendirian lagi? Atau kau masih bingung dan ragu untuk melepaskan kendaraan yang sekarang tengah kau miliki itu— walaupun kau tahu bahwa sebenarnya kendaraan itu bukanlah kendaraan yang baik untukmu?
Semakin lama kau ragu, semakin sedikit juga waktu yang diberikan oleh Tuhan untukmu. Hingga pada akhirnya, lampu merah itu berubah menjadi warna hijau, memaksa orang-orang yang tadi ada untukmu kembali pergi meninggalkanmu karena kebebalanmu yang memilih untuk diam di tempat yang sebenarnya tidak membaikanmu sama sekali.
Yang baik kau sia-siakan.
Yang lebih baik kau biarkan pergi.
Yang terbaik hanya kau lihat, kau beri salam, dan kau lepaskan begitu saja.
Sampai kapan kau akan tetap terdiam di kendaraanmu dan takut untuk pergi ke tempat baru bersama orang lain? Bukankah dipertemukan dengan orang yang kau rasa lebih baik itu adalah cara Tuhan untuk menunjukkan bahwa apa yang kau miliki sekarang itu tidak lagi baik untukmu?
Maka seperti yang pernah aku bilang, Tuhan hanya akan membantu orang-orang yang mau membantu dirinya sendiri. Kau berdoa agar dipertemukan dengan orang yang tepat, lalu kau dipertemukan dengan orang yang tepat, kemudian kau ragu, kau bimbang, kau takut melepaskan zona nyamanmu, hingga pada akhirnya Tuhan memutuskan orang yang tepat itu untuk pergi darimu. Karena bagi Tuhan, orang yang tepat itu sudah tidak lagi tepat bagi orang-orang yang tidak baik sepertimu— orang yang tidak mau memperbaiki diri dengan cara melepaskan apa yang tidak baik bagi dirinya sendiri.
Karena ingatlah, yang baik, pada akhirnya akan selalu dipasangkan dengan yang baik juga.
.
“Kamu juga, A..” Tiba-tiba dari bangku belakang, dia membuyarkan semua lamunan saya.
“Kamu juga, A. Sudah saatnya kamu menemukan orang yang tepat. Seseorang yang baru, di perempatan yang baru juga. Semua tentang percakapan yang kita lakukan tadi perihal penantian, adalah percakapan kita 2 tahun yang lalu di tempat ini, di malam yang sama seperti ini juga. Aku sekarang sudah bahagia, A. Dan lihat kamu sekarang, kamu hanya terdiam menunggu di sini melihat ke arah jalanan yang kosong sambil menunggu sebuah lampu berubah warna dari merah menjadi hijau. Coba lihat sekelilingmu, A. Kamu sendirian sekarang.” Ucapnya pelan lalu kemudian menghilang.
Saya terdiam.
Tangan saya kembali dingin karena tidak ada lagi tangan yang mendekap tubuh saya ketika saya sedang menunggu. Punggung saya kembali sepi tak ada lagi tubuh yang bersandar sambil terkantuk-kantuk di tempat itu.
Saya menarik napas panjang, melihat sekilas ke arah lampu lalu-lintas yang masih kerap tak berubah warna menjadi hijau itu. Saya melihat ke arah jalan yang berlawanan sebentar.
Kemudian saya beranikan diri untuk melaju.
Menerobos lampu merah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIDATO TERAKHIR KETUA SEMA FPD UNMA (MUSYWA 2012)

Sejarah Desa Pilangsari Kec. Jatitujuh Majalengka

5 Kritik buat Film GGS ( Ganteng-ganteng Serigala)

Bedanya Wanita yang Sudah Menikah dengan yang belum Menikah

Rupa-rupa Diuk dina Basa Sunda